MAJALAH DINDING

Media untuk Karya, Karsa, Rasa dan Apa Saja

Demo Ricuh, Polisi Ditimpuki Batu


Jumat (27/9) siang, Ribuan mahasiswa memadati jalan Merdeka Kota Padangsidimpuan. Di antara sekretariat DPRD dan kantor Walikota Psp. Berorasi, menuntut pembatalan RKUHP.
Perwakilan organisasi mahasiswa dan BEM se Tapanuli Bagian Selatan bergantian menyampaikan orasi. Mereka mengecam tindakan represif aparat di berbagai daerah di Indonesia.

"Kami mengecam Dewan Pengkhianat Rakyat," teriak Roni, BEM UMTs dari atas mobil komando.
Dalam gerakan gelombang protes ini, kata mereka tidak ada tujuan subversif melawan pemerintah. Mereka hanya menyuarakan hak rakyat. Dan bila ada tudingan gerakan ini ditunggangi, benar namun ditunggangi kepentingan rakyat.

"Lawan, tindakan yang menindas rakyat. Lawan tindakan represifitas aparat. Kami dari PMII mengutus keras tindak kekerasan polisi, angkat tangan kirimu; Lawan!," kata Saddam dari PMII.
74 tahun sudah merdeka, namun berpendapat belum bebas merdeka. Maka dengan ini, mereka mengecam keras arogansi aparat dan menuduh anggota dewan (DPR/DPRD) hanya kumpulan orang yang bodoh. Kata perwakilan BEM IPTS.

Kemudian dari UGN, meminta DPRD Kota Psp bersedia menghadapi mahasiswa untuk berkomitmen satu suara untuk revisi UU KPK juga menolak RKUHP.

Kemudian Ruly Paisal menegaskan, jika petani harus diperhatikan. Maka harus direvisi UU Pertanahan, yang sangat merugikan kaum tani.
"Kami menangis melihat para petani menangis, petani dirampas haknya. Kami menolak revisi UU pertanahan" katanya.

GMKI menyuarakan tentang kabut asap. Dan mereka mendukung dan satu suara dengan mahasiswa.

Muqdial Amri Hasibuan, dari IMM menyuarakan aspirasi tentang kutukan terhadap tindakan represif aparat bagi mahasiswa yang melakukan demonstrasi.

Mahasiswa yang unjukrasa mendesak masuk ke ruang DPRD. Rusydi Nasution dan Mohammad Chalid Rahman dari fraksi Gerindra dan Maulana dari Golkar sempat menemui mahasiswa. Namun jumlah massa yang ribuan itu tak terorganisir satu komando. Mereka mendesak untuk masuk ke kantor DPRD Kota Psp itu.

Dorong-dorongan pun terjadi hingga merusak pintu pagar kantor perwakilan rakyat yang dijaga ketat polisi saat itu. Polisi yang menahan dorongan mahasiswa mengayunkan pukulan menggunakan pentungan. Dan dibalas lemparan dari berbagai arah mahasiswa. Batu, botol minuman semua mengarah ke lingkungan kantor DPRD ini. Cek Vidio di sini;

Polisi menembakkan gas air mata, ada tiga mahasiswa yang terpantau luka dan sempat lemas. Sementara dari amatan Metro Tabagsel, ada dua polisi yang luka pada bagian wajah dan jemari.
Terakhir, unjukrasa itu kembali damai. Dan menyuarakan sikap sebagai deklrasi bersama dengan 
DPRD untuk menolak RKUHP dan revisi UU KPK serta UU lainnya yang disuarakan mahasiswa di seluruh Indonesia. Sampai berita ini ditulis, rapat rakyat masih berlangsung diwakili masing-masing 10 orang dari setiap lembaga. (san)

Melibatkan Keluarga dalam Budaya Literasi || Mengasah Orangtua dan Guru pada Pola Asuh

Ada klub literasi dan lomba menulis bagi orangtua di sekolah. Merupakan cara Sekolah Islam Terpadu (SIT) Bunayya Padangsidimpuan mengikat kesadaran peran penting orangtua dalam pendidikan anak. Sekaligus membangun budaya literasi di rumah dan mengasah pola asuh anak

Lomba menulis bagi orangtua itu diberi nama; Gerakan Literasi Orangtua Menulis. Itu telah mulai dilaksanakan bulan April 2019 lalu. Bertepatan pada peringatan Hari Buku Sedunia, tertanggal 9 April. Tapi tak hanya orangtua, guru pun turut serta menulis.  Tema yang diangkat seputar cinta kasih orangtua pada ananda, momen bahagia bersama, dan harapan orangtua pada ananda di masa depan.

Tulisan orangtua itu dibaca secara bersama pada hari di mana Buku Sedunia itu diperingati. Anak-anak mendengar secara langsung ceritera dan ungkapan kalbu ayah atau pun ibu, yang ditoreh dalam lembaran-lembaran kertas. Dan tentu, ini menarik minat ananda untuk membacanya kembali.

“Orangtua menulis ini sekaligus ada klub literasi orangtua juga yang kita aktifkan, diadakan tim pustaka (Perpustakaan sekolah),” terang Vida Sylvia Pasaribu, pemimpin tingkat SMP di SIT Bunayya, Sabtu (28/9) di komplek sekolah yang berada di Sabungan Jae, Padangsidimpuan Hutaimbaru itu.

Ada sebanyak 815 anak didik SIT Bunayya, pada empat satuan pendidikan dari PAUD, TK, SD sampai SMP. Secara umum untuk  mendukung literasi keluarga ini, SIT Bunayya juga melibatkan orangtua dalam pola pendidikan asah-asuh-asih. Dan tak jarang bersama orangtua diadakan seminar dan bazaar buku.

“Siswa di SMP kita ada 180 dengan tujuh rombel (Kelas/rombongan belajar). Di SD ada 535 siswa 18 rombel. PAUD TK, satu berkisar 100 siswa. Tapi untuk gerakan literasi orangtua menulis itu, untuk SD,”   Vida menjelaskan bagaimana jalinan komunikasi antara guru dan orangtua murid
Karena itu, guru di masing-masing rombongan belajar harus memiliki koneksi dengan para orangtua anak didik. Memudahkan komunikasi berbagi informasi perkembangan anak dan juga guna menyamakan persepsi dalam mendidiknya, baik di sekolah maupun di rumah.

“Di grup orangtua dan guru, kita sering membagikan flyer berisi kajian bermacam-macam. Berkaitan dengan ananda,” cerita Vida mengenai upaya membangkitkan minat belajar termasuk membaca anak, tak hanya di sekolah.

Dalam budaya literasi pada anak, peran guru pada tingkatan SMP ini lebih kompleks. Sebab di tahap ini bukan lagi menitikberatkan pada minat baca, namun lebih pada pemahaman tema dan selera anak sesuai dengan mesin kecerdasan yang dimilikinya. Guru pun harus mafhum, mampu membimbing anak memilih buku bacaan denganjenis fiksi atau non fiksi.

“Dan untuk itu kita pun kita harus memilih membimbingnya mana bahan bacaan yang layak. Kalau anak yang dominan di otak kiri, ke buku-buku non fiksi. Anak yang dominan otak kanan, kita arahkan buku bacaan fiksi yang membangun karakternya pastinya,”  kata  kepala SMP IT Bunayya itu

Untuk itu, dalam Majelis Silaturahmi Orangtua (Masila) yang rutin tiga kali dalam satu semester. Seperti terakhir ini, Sabtu (21/9) kemarin. Silaturahmi ini jadi ajang menambah wawasan untuk guru dan orangtua.  Meski pun tidak semua orangtua dapat hadir bersama

Tidak hanya pelibatan orangtua membaca, menulis dan berbagi wawasan. Namun sekolah ini juga mengajak anak didik membuat karya tulis, dengan puisi dan sebagainya.
“Tahun ini kita sudah mulai fokus untuk program literasi, tahun kemarin kan perkelas saja. Ini juga kita lagi menyusun buku, ontologi puisi. Masih mencari kerjasama penerbit. Menyusun karya anak-anak, tapi nanti untuk koleksi di sini. Tahun depan, masih tahap wacana. Kita juga mau buat satu pojok literasi, tidak untuk siswa saja,” tutur Vida Sylvia.

Upaya dari seluruh jenjang pendidikan di SIT Bunayya dalam penguatan budaya literasi ini, ekses yang diharapkan akan terbangun kecakapan berpikir anak yang didapat dari membaca atau menghitung, agar mampu memahami dan menuntaskan berbagai soal di pelajaran maupun di lingkungannya.

Sejatinya budaya literasi yang dibangun untuk anak tidak melulu dari dan di sekolah.  Keluarga juga mesti punya peranan sejak dini, menanamkan minat baca pada anak. Terlebih di era seperti ini, banyak anak-anak yang lebih asyik bermain dengan gawai, atau telepon pintar. 

Merah Putih Berkibar di Puncak Gon-gonan Tapanuli Selatan

KPA Forester Tapanuli Bagian Selatan bersama NNB Pintupadang, Batang Angkola, Tapanuli Selatan, Sabtu (17/8/2019) upacara pengibaran bendera merah putih di Puncak Gunung Gon-gonan dalam rangka HUT Republik Indonesia ke-74 sekaligus pamasangan tugu trigulasi di dataran 1396 meter diatas permukaan laut itu.
Jumat (16/8/2019) malam, beberapa menit sebelum pemberangkatan 70 peserta dilepas Lurah Pintupadang. Tokoh masyarakat setempat mengungkapkan, bila Gunung Gon-gonan memiliki sejarah dalam perjuangan para pejuang negeri.

Di bawah Gon-gonan ini, ke arah timur ada Desa Pintu Padang dan Benteng Huraba. Benteng Huraba merupakan ikon perjuangan rakyat dalam menghalau para penjajah pada saat perang kemerdekaan dahulu. 


Ketua Panitia Alamasyah dan  Ketua KPA Forester Tabagsel Ahmad S Daulay mengungkapan sesuai dengan tema ‘Lestari Alamku, Merdeka Negeriku’, maka dari kegiatan ini ada harapan bila alam di sekitaran Gon-gonan khususnya, tetap lestari dengan hasil yang langsung dirasakan masyarakat.

Pendakian ke Gunung Gon-gonan, dimulai tengah malam, pukul 00.00 Wib Sabtu (17/8/2019). Dengan target tiba di puncak gunung pada pukul 10.00 Wib. Metro Tabagsel mengikutinya bergabung bersama panitia. Dari 70 peserta keseluruhan, sebagai besar merupakan mahasiswa-mahasiswi dari berbagai perguruan tinggi di Kota Padangsidimpuan.

Pendakian malam ini membutuhkan penerangan, maka masing-masing peserta membutuhkan senter atau head lamp. Dalam menapaki trek, ini lebih sulit bila dibanding pada siang hari. Harus teliti jalan, dan jangan sampai berpencar. Sebab, trek menuju Gunung Gon-gonan baru dibuka, dan merupakan jalan satu-satunya yang tersedia menuju kesana.

Dari ujung permukiman hingga ke puncak, hampir tidak ada dataran atau jalan menurun, rerata jalurnya merupakan tanjakan, dan tentunya sangat menguras tenaga. Dari ujung permukiman ini juga, hingga ke pos I di pinggiran sungai Siram, masih merupakan daerah perkebunan warga. Namun jalurnya terus menanjak.

Selepas sungai Siram ini, tidak banyak yang dapat disaksikan kecuali harus teliti pada treknya. Sebab, jalur ini rerata melintasi bahu gunung, dan hutan yang terbilang masih perawan yang pada kiri dan kanannya merupakan jurang yang curam. Dan tentunya, perjalanan menjadi lebih lambat. Apalagi banyak peserta yang harus istirahat, memulihkan tenaga.

Kami sampai di Pos kedua, pada pukul 06.00 Wib. Kala matahari sudah menampakan sinarnya. di waktu seperti ini, mulai banyak suara-suara satwa sejenis primata serta burung yang sahut-bersahut. Dan dari sini pula, sampai di titik puncak nanti, akan jarang terlihat sinar matahari. Kanopi-kanopi pepohonan yang menjulang tinggi menutupinya.

Dari pos terakhir ke puncak Gon-gonan, lebih sulit lagi. Selain banyaknya rotan yang merintangi atau pangkalnya yang penuh duri, juga tanahnya lembab tertutupi tumbuhan lumut atau daun-daun cemara gunung. Maka tak ayal, di tengah trek ini disediakan tali sepanjang 30 meter, sebagai pegangan dalam menapaki trek. Pada trek ini juga, lebih banyak harus merangkak  melewati dari bawah-bawah akar pepohonan yang telah dijalari lumut-lumut.

Terakhir, di Puncak Gon-gonan, seluruh peserta tiba pada pukul 11.00 Wib siang. Dan tak lama, upacara pengibaran bendera dan membentangkan bendera sepanjang 20 meter sebagai peringatan hari kemerdekaan RI ke-74, sekaligus pemasangan tugu trigulasi di sana. Upacara ini dipimpin Ketua KPA Forester Tabagsel, Ahmad S Daulay.

Dataran di puncak Gon-gonan kurang lebih dari 30 meter persegi. Panjang trek secara keseluruhan yang dilalui sejauh 12.6 Kilometer. Dengan elevasi tanjakan lebih dari 1.100 meter. Peserta terakhir yang kembali ke perkampungan di Pintupadang, tiba pada pukul 20.00 Wib.  
Kegiatan seperti ini menjadi komitmen bagi Forester Tabagsel dalam menjaga lingkungan serta membina masyarakat sekitar untuk turut membina dan memiliki penghidupan dari alam sekitar, tanpa merusaknya.

“Dan ini sudah menjadi rencana kita, beberapa lokasi yang terdapat penebangan pohon, akan kita tanami lagi berbagai tanaman berbuah, nantinya bisa menjadi daerah agro wisata,” kata perwakilan pendiri KPA Forester  Tabagsel, Ahmad Negara.

Bertemu Rafflesia Patma Yang Sedang Mekar di Lintas Gon-gonan


Bunga Patma/ Rafflesia Gadutensis

*****
Peserta Lomba Lintas Hutan Tropis (LLHT) V KPA Forester Tabagsel, beruntung dapat bertemu bunga Rafflesia Patma, atau Rafflesia Gadutensis yang tengah mekar tak jauh dari jalur yang dilalui para penjelajah ini.
Dalam LLHT V di Hutan Gon-gonan, Kelurahan Pintu Padang, Kecamatan Batang Angkola ini. Terbagi lima pos, sebagai sarana lapor dan penilaian peserta yang berjumlah 20 Tim, atau sebanyak 60 orang peserta. Saya ikut menjadi bagian panitia, mengekor dari belakang dan turut bergabung dengan tim panitia yang bertugas memastikan tidak ada peserta yang tersesat.

Bila di Pos I ada sumber air besih Sungai Salam, di Pos II ada Danau Gon-gonan. Kami beristirahat cukup lama di sini. Sebelum akhirnya, melanjutkan perjalanan bereksplorasi di hutan lindung Angkola ini. Menuju jalan pulang dari jalur lain. Perjalanan ini tidak seperti sebelumnya dari Pos Awal di Pintu Padang ke Pos II, yang secara terus menerus mendaki. Dari sini malah menurun, yang tidak kalah ekstrimnya dengan cara mendaki. Hanya saja, bila menurun tumpuan kaki dengan tumit lebih dimaksimalkan. Potensi tergelincir lebih sering, bila tak berhati-hati.

Di bawah sana masih ada Pos III dan seterusnya. Yang harus ditemui. Tentunya dengan petunjuk benang dan pita. Sebab, trek yang kiri kanannya lembah-lembah nan dalam dan pepohonan yang menjulang tinggi, tak jarang menipu pandangan. Dari belakang, kami bersama panitia sebanyak sembilan orang. Berupaya memastikan peserta terakhir sebanyak empat tim tidak terlantar. Apalagi, udara sore tengah mengarak senja. Dan malam pasti segera tiba.

Uak Long, tetua kampung itu yang turut menjadi bagian panitia, tampak gelisah. Tak jarang pula dirinya mendesak agar perjalanan ini lebih dipercepat. Sementara seorang peserta di depan, Retza dari Tim Sahabat Alam mengaku mengalami kram pada betis dan pangkal paha. Jadi, pemuda berbadan gempal itu pun harus lebih banyak beristirahat memulihkan kelenturan otot-otot di kaki kananya.

Trek terus menurun. Batang-batang kecil, tongkat serta akar pepohonan besar yang menyemburat menjadi pegangan tatkala tanah lebih lembab dan menjadi licin. Sekira perjalanan satu jam, Pos III pun ditemui di antara pepohonan besar di hutan lindung itu. Beristirahat sejenak, melakukan pemeriksaan terhadap tim peserta, sebelum perjalanan ini dimulai lagi. Setengah perjalanan dari Pos III ke Pos IV, kami beruntung menemui bunga Rafflesia Patma yang tengah mekar diantara akar pohon sejenis beringin. Bunga itu menyembul dari dedaunan yang gugur dan menghitam di bawah pohon.




Warnanya jingga cerah, berdiameter sekitar 30 Sentimeter. Memiliki lima kelopak, dengan bintik-bintik berwarna jingga lebih pucat. Pada bagian mulut bunga itu, terdapat cembungan seperti bergerigi. Dengan warna yang sama seperti di kelopak dan seluruh tubuhnya. “Jangan disentuh, karena dia sangat sensitif dengan kulit manusia,” kata Rozak, panitia LLHT itu kepada peserta yang sempat mengambil momen, berswafoto dengan bunga langka itu.

Penemuan bunga itu diketahui pertama oleh Reza, seorang bagian panitia LLHT. Menurut Ketua KPA Forester Tabagsel Ahmad Yani Batubara dan Dekcy Candrawan, kawasan hutan lindung Angkola banyak menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi, dan Bunga Padma ini baru diidentifikasi di hutan lindung Angkola ini.
"Bunga sejenis ini pernah ditemukan juga di Taman Wisata Alam Sicikeh-cike, Dairi dan Taman Nasional Batang Gadis," kata mereka.

Sementara itu, perjalanan kami berlanjut hingga ke Pos IV dan Pos V dan perkampungan. Dalam perjalanan ini, banyak tantangan dan ujian yang kami lalui. Ada dua orang yang menjadi peserta dan bagian tim panitia yang meracau. Dan kami harus bahu-membahu, demi meneruskan perjalanan. Kami sampai di perkampungan sekitar pukul 22.00 Wib malam. selanjutnya... > Perjalanan ke Gon-gonan

Lintas Hutan Gon-gonan, Menengok Danau Biru di Ketinggian 1000 Mdpl


***

Sebanyak 20 Tim yang menjadi peserta Lomba Lintas Hutan Tropis (LLHT) V KPA Forester Tabagsel, diberangkatkan dari Kelurahan Pintu Padang, Kecamatan Batang Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan pagi itu, Sabtu (9/3) pukul 07.30 WIB. Perjalanan panjang sejauh 13.4 Kilometer dengan berbagai rintangan, menanti di kaki-kaki Tor Gon-gonan.

Sebagai bagian dari panitia, saya mengikuti perjalanan para peserta, dari belakang sembari melakukan penyisiran. Bersama Irfan Napitupulu, seorang panitia yang berasal dari kelompok Naposo Nauli Bulung Pintu Padang. Pelepasan tim terakhir berjarak 15 menit. Kami pun memulai perjalanan ini, dari permukiman yang berdataran 220 Mdpl (meter diatas permukaan laut) sampai 250 Mdpl.
Di ujung permukiman terakhir, tanjakan sudah mulai menyambut. Kiri kanannya perkebunan warga, berupa pohon karet, kulit manis, kemiri, dan juga kakao. Treknya pun berupa jalur lintasan petani, dan masih bisa dilalui kendaraan roda dua. Namun, kemiringannya cukup memaksa betis menahan tekanan tatkala kaki sedikit menjinjit.

"Ini dinamai tanjakan siulak-ulak anjing. Karena tanjakan ini, anjing pun katanya pulang tak mau melewatinya," cerita Irfan, pemuda setempat itu.

Disini, ada sebanyak lima tim kami lewati tengah beristirahat. Mengembalikan tenaga sejenak. Informasi terakhir, satu tim harus kembali ke pos awal kendati seorang anggotanya tak lagi sanggup meneruskan perjalanan. Diukur dari piranti pengukur ketinggian, hingga dataran terakhir diujung tanjakan memiliki ketinggian 469 Mdpl. Artinya, elevasi selama tanjakan ada sekitar 220 meter.
Hawanya mulai terasa dingin, meskipun ini masih kawasan perkebunan masyarakat. dari sini terlihat jelas hamparan luas persawahan desa-desa di Batang Angkola, atau bukit Padang di arah lainnya. Suara nyaring Kumbang Kayu dan sejenis Kadal sahut bersahut. Seperti menyambut kedatangan.
Tak jauh, Pos satu dari lima pos didapat. Ada di pinggir Sungai Salam. Sungai yang airnya dingin dan jernih. Sumber air terakhir bagi penjelajah rimba, hingga nantinya di pos terakhir. Dari pos awal ke pos pertama, waktu perjalanan ditempuh selama satu setengah jam, dengan dua kali beristirahat. Seperti biasa, di tiap pos peserta diuji tentang keunikan alam yang mereka temukan dalam perjalanan, dan kekompakan tim mereka tentunya.
Beranjak dari Pos ini, maka sesungguhnya tantangan baru dimulai. Jalurnya baru beberapa hari sebelumnya dibuka panitia. Petunjuknya hanya seutas benang putih, atau pita kuning dan merah muda, bila ada persimpangan. Jalan tetap menanjak. Pijakan tanah lembab, sebagaimana permukaannya yang nyaris tak tersentuh sinar matahari. Tertutup kanopi pepohonan. Peserta harus berhati-hati, melintasi jalur sempit yang kiri dan kanannya itu lembah yang dalam.
Sebagaimana hutan heterogen, berbagai pepohonan menjulang tinggi, di sini ada sejenis Bania, Karangan, Damar, Meranti dan sejumlah pohon yang telah menjadi beringin. Sepanjang perjalanan, terlihat ada beberapa pohon yang baru ditumbang, menggunakan mesin chainsaw. 
Kami menempuh perjalanan dari Pos I ke Pos II kurang lebih empat jam. Dengan beberapa kali istirahat, dan merangkak menghindari rintangan tentunya memperlambat perjalanan. Di Pos II ini, ketinggiannya 970 Mdpl. Dijaga Rozak serta beberapa panitia lainnya, dan Uak Long tetua kampung yang dahulunya kerap berburu di sekitaran sini.
Di sini pula, hamparan biru seluas lebih dari setengah hektar, tampak indah memisahkan kami dengan daratan lain yang juga disangga pepohinan tinggi nan rimbun di kaki Gunung Gon-gonan. Puncaknya itu mencapai 1396 Mdpl. 
Hamparan biru itu danau Gon-gonan, orang sekitar menyebutnya sebagai Tasik Gon-gonan. Airnya berasa sedikit asam. Namun kata penduduk, di dalamnya juga terdapat habitat ikan gabus, yang ukuran kepalanya jauh lebih besar dari badan. Pertumbuhan yang dianggap gagal, bagi ikan jenis itu.
"Saya disini (beraktifitas) sudah 20 Tahun. Ini baru dikunjungi seperti ini hanya baru-baru ini. Dulu angker. Karena sekitar 13 Tahun lalu ada perempuan yang hilang kesini, namanya Saua orang Pasarlamo," kata Uak Long. Kakek berambut putih itu bercerita, jika dia juga sudah mendirikan pondok, membuka kebun jengkol di sekitaran danau itu. Dirinya kerap mukim disini selama seminggu penuh. Sendiri.
Kini, Danau ini dan Hutan Lindung sekitarnya beserta keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya, diwacanakan akan menjadi tujuan wisata lintas alam. Menjelajah rimba, bersama KPA Forester Tabagsel dan masyarakat Pintu Padang yang sudah menggagasnya.

Puisi

Padan Siulubalang Ari
***
Manjujung simanjujungmu
Suang parsimangotonku
Di tontang andora dohot ambuhu
Tondimi umak mandongani au
...
Antong molo atiha samon
Rohaki humaliang malungun
Jalak mangalului siguriton
Baen jamita siubat lungun
...
Ia dung dao pe mangambe simanjojak
Tu huta balian mambolus tombak
Anggo tondi dohot badan umak
Marpaboa na angkon ro do au mulak
...
Ia dung pe maringol simanangi
Boti dung rambon simalolong
Rohaku lan sai maligi
Harani podamu umak dohot holong
...
Sarupo do umak suang siulubalang ari
Tungkun marondangi ari
Songoni padan ni badan
Madingin marpudun tondim

#puisi

Tangis Dusta Ujung Desa

Malam selepas petang itu, telepon genggam milikku berdering. Ada panggilan selular masuk dari salah seorang Petugas Keamanan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan
Ilustrasi (Samman Siahaan)

yang memecah kesunyian selepas hari penuh penat Sabtu 5 September 2015 malam.
Seperti hari hari biasanya, usai penat, sepi pasti menyusupi pikirku. Entah karena rindu yang telah berkarat pada kampung halaman, teman se-kampung atau pada cerita-cerita kecil dahulu, tak tertinggal juga pada beberapa wajah yang masuk pada senarai calon Boru tulang. Hehe.
“Cepat kemari, Dek. Ada mayat korban perampokan di kamar jenazah,” suara dari balik sambungan telepon genggam itu seperti mendesak untuk kemudian bangkit dan beranjak.
Kuda besi peninggalan sang ayah pun kunyalakan untuk kemudian menyahuti kecemasan akan ketertinggalan informasi. Begitu seorang juru warta, pantang tertinggal.

Dari dalam kamar jenazah Rumah sakit, jasad kaku seorang pria telah direbahkan pada ‘Tataring' pemulasaraan. Wajahnya penyok, kepala pecah mengeluarkan isinya. Tidak ada luka lain selain pada bagian kepalanya. Pria berusia 39 Tahun itu bernama Armansyah. Setidaknya itu yang tercantum pada Kartu Identitas yang ditemukan pada saku celananya.
Back To Top